Suatu kali ada seorang cendekiawan melontarkan suatu hipotesis, kelakuan dan sifat dasar dari sebuah bangsa dapat dilihat dari budaya lalu lintasnya. Benarkah itu? Mari kita lihat bersama sama.
Kikir. Kikir? Apa hubungannya antara kikir dan lalu lintas? Hubungannya adalah jika dilihat secara logika anda bisa lihat sendiri betapa susah orang meminta jalan, sudah memberi lampu sein bahkan memberi tangan dengan sopan tetap saja orang lain enggan memberi jalan. Belum lagi keengganan memberi jalan kepada para pejalan kaki yang hendak menyeberang jalan. Logikanya adalah jika memberi jalan saja sudah kikir dalam berlalu lintas apalagi yang namanya memberi jalan di hal yang lainnya, misalnya memudahkan urusan orang lain. Memberi jalan saja kikir apalagi memberikan sebagian uangnya untuk beramal.
Pernahkah anda berpikir, mengapa seorang pejabat terkadang susah sekali untuk mengalah, terus berusaha mempertahankan kedudukannya serta tidak mau digantikan oleh orang lain. Apalagi hubungannya ini dengan lalu lintas? Hubungannya jika dilihat secara logika adalah jika mobil anda hendak disalip oleh kendaraan yang lebih cepat saja tidak mau, apalagi pejabat yang sudah mempunyai posisi enak mau diganti, jelas juga tidak mau.
Legowo, yaa legowo. Apa pula hubungannya dengan lalu lintas bah? Lihat saja, pernahkah mobil anda disalip lalu anda merasa kesal, padahal anda sendiri yang salah, berjalan lambat namun di jalur cepat. Sudah diberi lampu isyarat, diklakson, tetap saja anda enggan untuk minggir dan memberikan jalan. Jika anda akhirnya berhasil disalip, anda malah mengumpat dan misuh misuh karena sudah tersalip. Padahal apa ruginya anda disalip? Maka jangan heran jika anda yang rakyat biasa saja tidak legowo disalip, apalagi kita mengharapkan seorang kader partai politik untuk legowo ketika dikalahkan oleh kader lainnya dalam pemilihan ketua partai politik. Jika kalah maka sang kader yang kalah akan membuat partai baru sebagi tandingan untuk partai lamanya yang dianggap telah mengecewakan dirinya.
Terakhir, janganlah ada terus menerus menyalahkan Pak dan Bu Polisi. Mereka sudah bekerja keras menata lalu lintas dibawah teriknya matahari dan siraman air hujan. Mereka manusia juga, punya keterbatasan. Anda sudah dewasa bukan, berpendidikan pula, semenjak kecil paling tidak anda pernah diajar untuk sopan santun setidaknya oleh orang tua sendiri ataupun guru anda, bahkan orang lain yang pernah menegur anda karena kelakuan anda dianggap tidak mempunyai sopan santun. Begitupula sopan santun dalam berlalu lintas. Jika anda saja dalam berlalu lintas sudah tidak sopan, apalagi dalam aplikasinya pada kehidupan nyata.